LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN 2
HASIL KUNJUNGAN KE DEMAK- BROMO- BALI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
PENDAHULUAN
Masjid
Demak merupakan masjid tertua di Indonesia. Masjid ini dipercayai pernah
menjadi tepat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di
tanah Jawa yang disebut dengan walisongo. Secara geografis masjid agung Demak
berada di desa Kauman, kecamatan Demak kota, kabupaten Demak Kota, Jawa Tengah.
Di dalam masjid Demak terdapat sebuah museum. Museum ini menyimpan berbagai
barang peninggalan Masjid Agung Demak.
Bromo terkenal sebagai ikon wisata gunung api (aktif) di
Jawa Timur. Gunung ini memang tidak sebesar gunung api lainnya di Indonesia,
namun Bromo memiliki pemandangan yang begitu indah, sehingga keindahannya yang
luar biasa membuat wisatawan yang berkunjung akan berdecak kagum. Dari puncak
gunung penanjakan di ketinggian kurang lebih 2.770 mdpl wisatawan dapat
menikmati sunrise ‘matahari terbit’ dengan mendaki gunung Penanjakan yang
merupakan gunung tertinggi di kawasan itu dimulainya dari dini hari. Kawasan
wisata Bromo tidaklah sulit untuk dijangkau para wisatawan, karena mempunyai
empat pintu untuk masuk kawasan taman nasional ini, yaitu dari Malang,
Pasuruan, Lumajang, dan Probolinggo. Bromo tidak hanya identik dengan lautan
pasir, matahari terbit, hawa dingin, upacara kasada dan sebagainya.
Bali
adalah nama salah satu Provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau
terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau
Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di
sekitarnya, yaitu pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan
dan Pulau Srangan. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan PulauLombok. Ibukota
provinsinya ialah Denpasar yang
terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk
agama Hindu.
Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai
hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawanJepang dan Australia. Bali
juga dikenal dengan sebutan Pulau
Dewata dan Pulau Seribu Pura.
DEMAK
Kondisi Georafis Masjid Demak
Secara
geografis masjid agung Demak berada di desa Kauman, kecamatan Demak kota,
kabupaten Demak Kota, Jawa Tengah. Secara astronomis, kabupaten Demak sendiri
terletak antara 110°2758" - 110°4847" BT dan 6°4326" - 7°0943"
LS. Kompleks masjid Agung Demak berdiri di lahan seluas 1,5 ha yang dipisahkan
oleh pagar keliling dari tembok. Di depan masjid berhadapan alun-alun kota
Demak dipisahkan oleh jalan Sultan Patah oleh jalan Semarang-Demak.
Kondisi Historiografis Masjid Demak
Masjid
Demak merupakan masjid tertua di Indonesia. Masjid ini dipercayai pernah
menjadi tepat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di
tanah Jawa yang disebut dengan walisongo. Endiri masjid ini diperkirakan adalah
Raden Patah, yaitu raja pertama dari kesultanan Demak sekitar abad ke 15
Masehi. Raden Patah bersama walisongo mendirikan masjid yang karismatik ini
dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala mamet, yang
artinya sarira sunyi kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 saka. Gambar
bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4
(empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu).
Dari simbol ini diperkirakan masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 saka. Secara
arsitektural salah satu keistimewaannya adalah bentuk atapnya limas piramida
bertingkat tiga yang menjadi khas bentuk masjid di Jawa, ini menunjukkan akidah
islamiyah yaitu iman, Islam dan ihsan. Memiliki empat soko guru yang salah satunya
konon dibuat dari tatal.
Masjid
bersejarah itu dilaksanakan oleh ”wali 9” dalam tiga tahap pembangunan :
1. Semula
disebut Masjid Glagahwangi, karena terletak di tengah pondok pesantren
Glagahwangi yang diasuh dan dipimpin oleh Sunan Ampel yang didirikan tahun 1466
M.
2. Setelah
Raden Fattah diangkat menjadi Adipati Majapahit di Glagahwangi 1475 M, kemudian
masjid dilakukan rehabilitasi berat, sejak itu disebut Masjid Kadipaten
Glagahwangi 1477 M
3. Selanhutny
setelah direnovasi disebut Masjid Kesultanan Bintoro sejak 1479 M, setelah
Raden Fattah disengkuyung oleh waliullah untuk menduduki tahta kasultanan 1 di
pulau Jawa 1478 M.
Setelah itu disebut Masjid Agung Demak demikian juga
masjid-masjid utama yang berada dikota:kotamadya dan kabupaten mengalami perubahan
penyebutan sebagai Masjid Agung. Sesuai peraturan Menteri Agama R.I. No. 1/1988
yang berlaku sejak tahun 1991.
1. Pembangunan
Masjid Tahap 1 oleh Wali 9
Dinamakan Masjid
Glagahwangi, karena didirikan ditengah pondok pesantren Glagahwangi oleh “wali9
“ bersama kaum santri termasuk pangeran Jimbun/Raden Husain/R. Purbo/ Raden.
Fataah (pengeran dari palembang, Sriwijaya, Sumatera itu adalah putra pertama
dari putra pertama dari putri Campa dengan
Prabu Kertabumi /Brawijaya V/ Raja Majapahit XI, putera beliau urutan ke
13). Konon masjid bersejarah dibangun oleh ‘’wali 9” selesai dalam satu malam
saat bulan purnama, bertepatan malam jumat kliwon, bulan ruwah, tahun Jawa 1388
S.
Masjid Glagahwangi
merupakan masjid pertama di pulau Jawa, karena selesai semalam maka Ki Ageng
Selo menggambarkan bagai halilintar/petir/bledeg (Jawa) dilukis sebagai bintang
mitos berupa “mahkota kepala naga” dengan mulut bergigi yang terbuka dan
jambangan yang disertai bunga-bunga tumbuhan, terukir pada daun pintu yang
terbuat dari kayu jati. Pintu itu terletak di tengah/utama masjid, sebagai
“condro sengkolo” atau prasasti yang bermakna “nogo mulat saliro wani”, artinya
berdirinya masjid itu pada tahun Jawa=1388 S identik dengan tahun 1466 M
(masjid yang berada di tengah pulau Jawa). Anggapan masyarakat, bahwa Ki Ageng
Selo yang sakti itu pernah menangkap petir/bledeg (jawa), sehingga mengundang
simpati masyarakat untuk mengikuti ajaran ”wali 9” yang menganut agama islam.
Masyarakat sampai sekarang memberi sebutan “pintu bledeg”
2. Pembangunan
Masjid tahap II oleh wali 9 sewaktu pangeran Jimbun/R. Husain/R. Purbu /R.
Fattah menjabat adipati Mjapahit di Glagahwangi dengan gelar Adipati Notoprojo
tahun 1475 M. Maka masjid dipugar, direnovasi, diperluas, diperindah, diperkuat
kontruksinya, yang dikerjakan oleh para wali bersama kaum santri dan dibantu
oleh tukang-tukang yang didatangkan oleh tiongkok. Karena masjid itu menjadi
tanggung jawab Adipati Notoprojo, maka disebut Masjid Kadipaten. Purna pugar
Masjid di Kadipaten Glagahwangi ditandai “condro sengkolo” atau prasasti yang
bermakna 2 kori trus gumaning Janmi yang dapat diartikan pada tahun jawa=1399 S
identik dengan tahun 1477 M. Purna Pugar diresmikan oleh Raden Fattah setelah
dua tahun memangku jabatan Adipati Notoprojo di Glagahwangi.
3. Pembangunan
Masjid tahap II oleh “wali 9” setelah R fattah disengkuyung waliullah naik
tahta kerajaan islam I di tanah Jawa pada tahun 1478 M dengan gelar Kajeng
Sultan Raden Abdul Fattah Al Akbar Sayyidin Panotogomo yang berdudukan di
Bintoro, maka masjid yang religius itu dipugar, dipercantik dan dibenahi
menjadi masjid keraton/kesultanan Bintoro yang megah, anggun dan berwibawa,
oleh dewan wali yang dipimpin oleh Syaikh Maulana Maghribi/Syaikh Maulana
Muhammad Al Muhdlor yang berasal dari Maroko dimana rancang bangunnya dibantu
oleh para wali, terutama dari sunan Kalijaga, sunan Bonang, sunan Ampel dan
sunan Gunung Jati. Satu tahun setelah R Fattah menduduki tahta
kerajaan/kesultanan Bintoro yakni pada tahun 1479 M Kanjeng sultan meresmikan
purna pugar menjadi Masjid Kesultanan/ Masjid Wiroatan yang ditandai “condro
sengkolo memet” atau prasasti bergambar bulus yang terletak pada dinding depan
Mihrab/pengimaman. Lambang bulus itu dapat diartikan bahwa purna pugar Masjid
Kesultanan Bintoro, bermakna “satrio sunyi kiblating gusti” atau jawa 1401 saka
identik tahun 1479 M.
4. Struktur
masjid ‘wali 9” abad XIV
Masjid ciptaan wali 9
memang unik. Masjid induk berdinding “segi empat” dan “empat sudut” seluruh
bangunan atap tiga tingkat disangga/didukung “empat soko guru” waqof dari sunan
Ampel, Sunana Kalijaga, Sunan Bonang, dan Sunan Gunung Jati. Ini
mengindikasikan bahwa para wali yang pernah hidup tahun 1400/1500 M telah
menganut faham “Madzhab empat” antara lain “Madzhab Imam Syafi’i” dengan
”I’tiqad ahlussunah wal jamaah” hampir seluruh bangun mulai dari atap
(genting), kerangka kontruksi, balok loteng,, geladag, soko guru dan lain-lain
terbuat dari kayu jati ukuran besar (raksasa) seperti ukuran sirap 3 x 25 x 68
cm, usuk 14 x 14 cm, balok kayu 30 x
30 cm.
Bangunan atas, berupa
atap limas piramida susun tiga (gunungan/meru)merupakan pengejawatahan akidah :
islamiyah yang bersumber kepada (1) iman, (2) islam, (3) ihsan. Bangunan puncak
: biasanya disebut Mustaka. Dalam hal ini dapatlah memberi gambaran, bahwa
kekuasaan yang tertinggi, sevara mutlak hanyalah kehadirat “ Allah Subhanahu
wata’ala”. Bagian masjid ukuran dari bagian dalam 24 x24 m2, ketinggian sampai
Mustaka = 21.65 m dan emperan keliling lebar rata-rata = 2,80 m dengan luas
mihrah/pengimaman = 146 x 268 cm. Luas serambi Masjid 17, 50 29,00 m dengan
ketinggian 7,63 m. Bagian pawestren/keputrian (khusus untuk sholat ibu-ibu)
luas 7,13 m2. Luas situs masjid “wali 9” di Demak + 1,5 ha. Kelengkapan
bangunan masjid induk antara lain :
1. pintu
Bledeg “ condro sengkolo “ abad XIV
2.
soko guru wali : amper, kalijogo,
Bonang dan Gunung Jati abad XIV
3.
zampar kencana/mimbar abad XIII
4.
kholwat/maksuroh, lambang-lambang
dan hiasan seperti lambang bulas di pengimaman, surya Majapahit, akar
minang/lambang ghoib, piringan Putri campa, huruf-huruf ilahiyah dan prasasti
yang nampaknya masih sulit dijelaskan atau dipahami. Kelengkapan bangunan
serambi Masjid dari bekas pendopo Majapahit abad XIII, antara lain bukti
sejarah berupa delapan soko guru dan kayu yang ditopang batu andesit, semua
siukir model kuna/bermotif ukiran Majapahit. Kelengkapan yang berupa makam dari
beberapa nama yang dapat dikenali antara lain : diluar cungkup R. Fattah/
Sultan Demak, I,R. Patiunus/ Sultan Demak II, permaisuri R. Fattah Nyi Ageng
Manyuro Nyi Ageng Cempo, pangeran mekah, pangeran Sedo Lepen/pangeran
Surowimekah, pangeran Sedo Lepen/pangeran Surowiyoto (putra kedua R. Fattah),
sunan Ngudug sekalian (orang tua sunan Kudus). Ky. Ageng Campa, Prabu Darmo
Kusumo, Adipati Terung ( adik R. Fattah), pangeran Arya Panangsang, P. Jaran
Panoleh, P. Jipang Panolan, P. Aryo Jenar, P. Benowo, K.A Natas Angin, Syeikh
Maulana Maghribi, Syeikh Maulana Su’ud, pangeran Singo Yudho, R. Khulkum, R.H.
tumenggung Wironegoro, Nyi Ageng Serang dan lain-lain.
Makam dalam cungkup antara lain makam : R.
Trenggono/ Sultan Demak ke 3, permaisuri Sultan trenggono , Nyi Ageng Pinatih,
sunan Prawoto/R. Haryo Bagus Mukmin (putra Sultan Trenggono), Nyi Ageng Wasi,
Tumenggung Tanpa Siring, pangeran pandan/K.A Winopolo, patih Mangkurat, patih
Wonosalam/ Joko Wono pangeran Suruh, R. Mas Gawulan dan lain-lain. Bangunan
menara azan konstruksi baja tahun 1932 tinggi 22 m, dibangun atas ide K.H.
Abdoerrochman seorang penghulu Demak, karena usianya sudah lebih dari 50 tahun
dan masih utuh menjadi benda cagar budaya yang dilindungi UU No. 5 tahun 1992.
Nama penguasa, sultan, adipati, Bupati, demak tahun
1403 sampai Sekarang :
1. Pangeran
Jimbun/sultan Fattah 1478 – 1518
2. Raden Makasar/sultan
Patiunus 1518 – 1521
3. Raden Haryo/sultan Trenggono
1521 – 1546
4. Masa kosong situasi
keluarga 1546 – 1560
5. R.M. karebet/sultan
Hadiwijoyo 1560 – 1575
6. Masa transisi pindah
ke Pajang 1575 – 1582
7. Hadipati Haryo
Panggiri 1582 – 1586
8. Tumenggung
Wironegoro 1586 – 1606
9. Hadipati Haryo nagoro
1606 – 1613
10. Ki Ageng Batang
1613 – 1616
11. Hadipati Yudonegoro
1616 – 1617
12. Ki Ageng Gombong
1617 – 1619
13. Situasi tidak
stabil/penjajahan 1619 – 1621
14. Ki Ageng Seda Laren
1621 – 1646
15. Kembali situasi
tidak stabil/penjajahan 1646 – 1649
16. Hadipati
Mangkuprojo 1649 – 1701
17. Kondisi makin
memburuk/penjajahan 1701 – 1734
18. Hadipati
Wiryokusumo/Pn Krapyak 1734 – 1757
19. Hadipati
Somodiningrat Kaloran 1757 – 1760
20. Ki Ageng Bogor 1760
– 1763
21. Situasi
kosong/komplang 1763 – 1772
22. KI Ageng Kaliwungu
1772 – 1776
23. Haryo
Nagoro/R.Brotokusumo 1776 – 1781
24. Hadipati Wiryo
Hadinegoro 1776 – 1801
25. Situasi kosong
Pangeran Cokro Negoro
Membangun pendhopo
kadipaten
(sekarang kabupaten
Demak) 1801 – 1845
26. K.P. Aryo
Condronegoro IV 1845 – 1864
27. K.P. Aryo
Poerbodiningrat 1864 – 1881
28. K.P.
Haryodiningrat/Suryodiningrat
(putra kasunanan
Surakarta) 1881 – 1901
29. Kosong /komplang
akibat penjajah 1901 – 1918
30. K.R.T. Cokro
Hamijoyo 1918 – 1923
31. K.R.T. Sosro
Hadiwijoyo 1923 - 1936
32. Raden Iskandar
Tirto Kusumo 1936 – 1942
33. Raden Soepangat
1942 – 1945
34. Raden Haryo Joyo
Sudarmo 1945 – 1948
35. K.R.T. Rawuh Rekso
Hadiprojo 1948 – 1949
36. Raden Soekirdjo
1949 – 1953
37. Raden Soekandar
1953 – 1957
38. Raden Sidoel Karta
Atmojo 1957 – 1958
39. Raden Indriyo
Yatmopranoto 1958 – 1966
40. Doemami, SH 1966 –
1972
41. Drs. Moch. Adnan
Widodo 1972 – 1973
42. Drs. Winarno Surya
Adi Subraya 1973 – 1978
43. Drs. H. Soedomo
1978 – 1984
44. Kol. E. Sumartha
1984 – 1985
45. Drs. Waluyo Cokrodarmanto
1985 – 1986
46. Kol. H. Soekarlan
1986 – 1996
47. Kol. H. Djoko Widji
Suwito, SIP 1996 – 2002
48. Dra. Hj. Endang
Setyaningdyah, MM 2002 – 2006
49. Drs. H. Tafta Zani, MM 2006 –
Sekarang
Museum Masjid Demak
Museum
Masjid Agung Demak adalah sebuah museum yang terletak di dalam kompleks Masjid
Agung Demak dalam lingkungan alun-alun kota Demak. Masjid Agung Demak merupakan
masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan Wali Sembilan atau Wali Songo. Museum
ini menyimpan berbagai barang peninggalan Masjid Agung Demak. Museum berdiri di
atas lahan seluas 16 meter persegi ini menyimpan benda-benda bersejarah yang
mencapai lebih dari 60 koleksi.
Beberapa
koleksi tersebut antara lain : bagian-bagian sokoguru (sokoguru Sunan Kalijaga,
sokoguru Sunan Bonang, sokoguru Sunan Gunungjati, sokoguru Sunan Ampel , sirap,
kentongan dan bedug peninggalan para wali, dua buah gentong (tempayan besar)
dari Dinasti Ming hadiah dari Putri Campa abad XIV, Pintu Bledeg buatan Ki
Ageng Selo yang merupakan condrosengkolo berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani yang
berarti angka tahun 1388 Saka atau 1466 M atau 887 H, foto-foto Masjid Agung
Demak tempo dulu, lampu-lampu dan peralatan rumah tangga dari kristal dan kaca
hadiah dari PB I tahun 1710 M, kitab suci Al-Qur’an 30 juz tulisan tangan,
maket masjid Demak tahun 1845 – 1864M, beberapa prasasti kayu memuat angka
tahun 1344 Saka, kayu tiang tatal buatan Sunan Kalijaga, lampu robyong masjid
Demak yang dipakai tahun 1923 – 1936 M.
Sesuai
dengan namanya, Museum Masjid Agung Demak terletak di dalam kompleks Masjid
Agung Demak dalam lingkungan alun-alun kota Demak, atau tepatnya di sisi utara
masjid berdekatan dengan komplek makam para Sultan Demak.
Di
museum ini tersimpan berbagai benda menarik peninggalan Wali Songo dan Kerajaan
Demak. Diantaranya : bagian-bagian soko guru yang rusak (sokoguru Sunan
Kalijaga, sokoguru Sunan Bonang, sokoguru Sunan Gunungjati, sokoguru Sunan
Ampel), sirap, kentongan dan bedug peninggalan para wali, dua buah gentong
(tempayan besar) dari Dinasti Ming hadiah dari Putri Campa abad XIV.
Yang cukup menarik adalah Pintu Bledeg buatan Ki Ageng Selo
yang merupakan condrosengkolo berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani yang berarti
angka tahun 1388 Saka atau 1466 M atau 887 H, foto-foto Masjid Agung Demak
tempo dulu, lampu-lampu dan peralatan rumah tangga dari kristal dan kaca hadiah
dari PB I tahun 1710 M, kitab suci Al-Qur’an 30 juz tulisan tangan, maket
masjid Demak tahun 1845 – 1864 M, beberapa prasasti kayu memuat angka tahun
1344 Saka, kayu tiang tatal buatan Sunan Kalijaga, lampu robyong masjid Demak
yang dipakai tahun 1923 – 1936 M.
Keterangan
koleksi-koleksi tersebut di atas :
Pintu
Bledeg
Dibuat oleh Ki Ageng Selo tahun 1466 M, berbahan dari kayu
jati berukiran tumbuh-tumbuhan, suluran, jambangan, mahkota, dan kepala
binatang (naga?) dengan mulut terbuka menampakkan gigi-giginya yang runcing.
Menurut cerita, kepala naga tersebut menggambarkan petir yang kemudian dapat
ditangkap oleh Ki Ageng Selo.
Soko
Majapahit,
Tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid.
Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan
kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro
Demak 1475 M.
Surya
Majapahit.
Merupakan gambar hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa
Majapahit. Para ahli purbakala menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan
Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat pada tahun 1401 tahun
Saka, atau 1479 M.
Dampar
Kencana,
Benda arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit abad XV,
sebagai hadiah untuk Raden Fattah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya
ke V Raden Kertabumi. Semenjak tahta Kasultanan Demak dipimpin Raden Trenggono
1521 – 1560 M, secara universal wilayah Nusantara menyatu dan masyhur, seolah
mengulang kejayaan Patih Gajah Mada.
Maksurah
merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau
yang memiliki nilai estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi
keindahan ruang dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan
arab yang intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam
Maksurah menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati
Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.
Kondisi Ekonomi
Demak
Posisi kerajaan Demak sangat strategis dalam perdagangan laut,
pelabuhannya sering dipakai transit kapal-kapal dagang dari wilayah barat yang
hendak ke selat Malaka, begitupun sebaliknya. Keinginannya untuk menjadi negara
Maritim dilakukan usaha untuk menaklukkan Malaka dan Portugis. Usaha ini gagal,
walau demikian tidak meruntuhkan perekonomian Demak karena didukung oleh hasil
pertanian dan memperoleh keuntungan ekonomi yang besar. Kesadaran pentingnya
memanfaatkan ekonomi pertanian, Demak melakukan perluasan wilayah
kedaerah-daerah sekitarnya termasuk ke Jawa Barat.
Kondisi
Sosiologi Demak
Keadaan sosial di Demak tidak jauh beda dengan masa berkuasanya
Majapahit. Perbedaan yang mencolok terdapat pada penggunaan aturan-aturan dan
hukum yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga terasa lebih etrtib dan
teratur. Demak merupakan pusat penyebaran agama Islam di Nusantara. Lahirnya
wali-wali di Demak mempercepat proses penyebaran agama Islam bahkan sampai ke
Pelosok. Mendirikan pesantren adalah cara penyebaran agama Islam yang efektif.
Hitu yang berasal dari ternate pernah belajar di pesantren yang didirikan oleh
Sunan Giri. Setelah belajar, dia menyebarkan agama Islam di Ternate.
BROMO
Letak Geografis daerah Bromo
Suku Tengger adalah sebuah suku yang tinggal di sekitar
Gunung Bromo, Jawa Timur, yakni menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan,
Lumajang, Probolinggo, dan Malang. Suku Tengger merupakan sub suku Jawa menurut
sensus BPS tahun 2010. Suku bangsa Tengger berdiam disekitar kawasan di
pedalaman gunung Bromo yang terletak di kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Berdasarkan
persebaran bahasa dan pola kehidupan sosial masyarakat, daerah persebaran suku
Tengger adalah disekitar Probolinggo, Lumajang, (Ranupane kecamatan Senduro),
Malang (desa Ngadas kecamatan Poncokusumo), dan Pasuruan. Sementara pusat
kebudayaan aslinya adalah di sekitar pedalaman kaki gunung Bromo. Bromo
terkenal sebagai ikon wisata gunung api (aktif) di Jawa Timur. Gunung ini
memang tidak sebesar gunung api lainnya di Indonesia, namun Bromo memiliki
pemandangan yang begitu indah, sehingga keindahannya yang luar biasa membuat
wisatawan yang berkunjung akan berdecak kagum. Dari puncak gunung penanjakan di
ketinggian kurang lebih 2.770 mdpl wisatawan dapat menikmati sunrise ‘matahari
terbit’ dengan mendaki gunung Penanjakan yang merupakan gunung tertinggi di
kawasan itu dimulainya dari dini hari.
Kawasan wisata Bromo tidaklah sulit untuk dijangkau para
wisatawan, karena mempunyai empat pintu untuk masuk kawasan taman nasional ini,
yaitu dari Malang, Pasuruan, Lumajang, dan Probolinggo. Bromo tidak hanya
identik dengan lautan pasir, matahari terbit, hawa dingin, upacara kasada dan
sebagainya. Ada satu lagi suguhan masyarakat Tengger yang tidak diperhatikan
oleh wisatawan, yaitu adanya desa wisata yang terletak di dusun Seruni, Desa
Ngadisari, kecamatan Ngadisari, Kabupaten Probolinggo. Banyak sekali yang bisa
dinikmati di desa yang sekarang dalam tahap proses pengembangan oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Probolinggo.
Kondisi Historiografis Bromo
Orang-orang suku Tengger dikenal taat dengan aturan dan
agama Hindu. Mereka yakin bahwa mereka merupakan keturunan langsung dari
Majapahit. Nama Tengger berasal dari kata Legenda Roro Anteng dan Joko Seger
yang telah diyakini sebagai asal usul nama Tengger, yaitu "Teng"
akhiran nama Roro An-"teng" dan "ger" akhiran nama dari
Joko Se-"ger". Bagi suku Tengger, Gunung Brahma (Bromo) dipercaya
sebagai gunung suci. Dalam setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara
adat yaituYadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang
berada di bawah kaki Gunung Bromo utara yakni Pura Luhur Poten Bromo dan
dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara tersebut diadakan pada tengah malam
hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan
kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.
Menurut mitos atau legenda yang berkembang di masyarakat
suku Tengger, mereka berasal dari keturunan Roro Anteng yang merupakan putri
dari Raja Brawijaya dengan Joko Seger putra seorang Brahmana. Nama suku Tengger
diambil dari akhiran nama kedua pasang suami istri itu yaitu, “Teng” dari Roro
Anteng dan “Ger” dari Joko Seger. Legenda tentang Roro Anteng dan Joko Seger
yang berjanji pada Dewa untuk menyerahkan putra bungsu mereka, Raden Kusuma
merupakan awal mula terjadinya upacara Kasodo di Tengger. Menurut beberapa ahli
sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang pada saat itu
hidup pada masa kejayaan Majapahit. Saat masuknya Islam di Indonesia (pulau
Jawa) saat itu terjadi persinggungan antara Islam dengan kerajaan-kerajaan yang
ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit yang merasa terdesak dengan
kedatangan pengaruh Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah Bali dan
pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan Semeru. Mereka yang berdiam di sekitar
pedalaman Gunung Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya diambil
dari akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.
kondisi ekonomi Desa Ngadisari
Masyarakat Desa Ngadisari bermata pencaharian sebagai petani kurang dari 5%
saja masyarakatnya yang berkerja selain menjadi petani. Dalam kehidupan
sehari-hari merkea sangatlah sederhana, rajin dan damai. Ladang mereka berada
di lereng-lereng gunung dan juga puncak-puncak yang berbukit-bukit.
Kebanyakan dari masyarakat memiliki ladang yang jauh dari tempat tinggalnya
sehingga harus membuat gubuk-gubuk sederhana di ladanganya untuk beristirahat
sementara waktu. Mereka bekerja hingga sore hari di ladanganya. Pada masa kini,
masyarakt Tengger di Desa Ngadisari umumnya hidup sebagai petani di ladang.
Mereka memiliki prinsip yang kaut dalam pertaniannya, yaitu tidak mau menjual
tanah (ladang) mereka pada orang lain.
Mereka hidup dari bercocok tanam di ladang, dengan pengairan tadah hujan. Pada
mulanya mereka menanam jagung sebagai makanan pokok, akan tetapi saat ini sudah
berubah. Pada musim hujan mereka menanam sayuran seperti kentang, kubis, bawang
prey, dan wortel sebagai tanaman perdagangan. Pada penghujung musim hujan
mereka barulah menanam jagung sebagai cadangan makanan pokok.
Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel, tembakau, dan jagung.
Untuk pendistribusian hasil pertanian dilaksanakan melalui tengkulak, tengkulak
atau pedagang langsung yang menjemput komoditas pertaniannya. Kelebihan
penjualan hasil ladang ditabung untuk perbaikan rumah serta untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga lainnya.
Selain bertani, ada sebagian masyarakat yang berprofesi sebagai pemandu wisata
di Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda dan jeep
yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan. Aspek pembangunan yang
terlihat adalah pada sektor pariwisata, misalnya dengan pembangunan-pembangunan
akses-akses menuju gunung Bromo agar lebih mudah dijangkau wisatawan.
Fasilitas yang dibangun untuk pariwisata misalnya hotel, restoran, cafe,
musium, toko aksesoris, warung-warung dan sebagainya.
kondisi sosial Desa Ngadisari
Masyarakat Indonesia sangatlah multikultural. Berbagai ragam seni dan budaya
tersebar di seluruh Indonesia dan dengan penampakan alamnya akan menimbulkan
perilau sosial yang berbeda-beda. Demikian pula dengan kehidupan masyarakat
suku Tengger di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura yang menjadi objek kajian
dalam praktik kuliah lapangan dalam kesempatan ini.
Kehidupan masyarakat tengger di Desa Ngadisari penuh dengan kedamaian dan
kondisi masyarakat yang sangat aman dan rukun. Setiap permasalahan yang terjadi
diselesaikan dengan jalan musyawarah yang dipimpin oleh petinggi dan
orang-orang berpengaruh lainnya yang secara posisinya sangat dihormati dan
dipatuhi oleh masyarakat setempat. Apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh
masyarakatnya maka itu cukup diselesaikan oleh petinggi saja. Selain patuh pada
adat mereka juga patuh pada peraturan pemerintahan sehingga memperkecil peluang
terjadinya konflik.
Warga Tengger umumnya termasuk di Desa Ngadisari terkenal dengan karakternya,
keluhuran budi pekerti dan sikapnya yang sangat sadar hukum. Di daerah ini
jarang terjadi tindakan pencurian, pembunuhan ataupun tindakan kriminal
lainnya. Kehidupan di Ngadisari sangat harmonis.
Salah satu aspek yang mendukung tingginya tingkat kerukunan di Desa Ngadisari
adalah dasi aspek kepercayaan. Warga Ngadisari yang merupakan suku Tengger
tersebut sebagian besar menganut agama Hindu dan sangat taat dengan adat
istiadat yang ada. Ketaatan mereka pada Tuhan dan adat yang ada yang juga
sangat kental dengan hal-hal yang sifatnya mistis menjadikan karakter mereka
sebagai masyarakat yang harmonis sangat kuat.
Apabila ada warga yang melakukan pelanggaran pada akhirnya akan dibiarkan saja
oleh yang lainnya. Tidak akan ditgur atau dinasihati lagi dalam bentuk apapun.
Hanya di diamkan saja. Hal itu dikarenakan masyarakat percaya akan adanya hukum
karma, Tuhan dan juga makhluk penunggu lainnya yang ada di daerah tersebut yang
akan membalas perbuatan atau pelanggaran tersebut.
Dewasa ini wilayah Desa Ngadisari yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
Gunung Bromo telah mengalami perkembangan dan kemajuan yang signifikan. Salah
satunya adalah dengan dibukawa Bromo menjadi daerah kawasan wisata. Perubahan
itu tentunya mengakibatkan berbagai dampak perubahan soaial bagi Desa Ngadisari
dan sekitarnya. Adapun dampak perubahan sosial yang terjadi sejauh ini bagi
Suku Tengger di Desa Ngadisari bersifat kemajuan, tetapi tidak menutup
kemungkinan akan adanya dampak negatif dan merugikan.
Dengan adanya orang asing (wisatawan) yang masuk ke wilayah Ngadisari tentunya
akan mempengaruhi perilaku masyarakat. Penelitian di lapangan menunjukkan bahwa
setelah dibukanya Bromo menjadi kawasan wisata, masyarakat semakin rukun dengan
adanya kerjasama dalam mata pencaharian yang baru dengan menyewakan kuda
tunggungan, mobil jeep, dan juga penginapan.
BALI
Kondisi
Geografis Bali
Pulau Bali
adalah bagian darikepulauan sunda kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km
sekitar 3,2 km daripulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″
Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis
seperti bagian Indonesia yang lainBerdasarkan relief dan topografi, di
tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke
timur dan di antara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu
Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung
Merbuk, Gunung Patas dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan
Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama
yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali
Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali
terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%)
seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat
curam (>40%) seluas 132.189 ha. Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66
km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif
Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701
desa/kelurahan.
Kondisi Demografis Bali
Penduduk Bali
kira-kira sejumlah 4 juta jiwa lebih, dengan mayoritas 92,3% menganut agama hindu.
Agama lainnya adalah budha, Islam, protestan dan katolik. Agama Islam adalah
agama minoritas terbesar di Bali dengan penganut antara 5-7,2%.
Selain dari
sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan, yang
paling dikenal dunia dari pertanian di Bali ialah sistem subak. Sebagian juga
memilih menjadiseniman. Bahasa yang
digunakan di Bali adalah bahasa Indonesia, Bali, dan Inggris nya bagi yang
bekerja di sektor pariwisata.
Bahasa Bali
dan Indonesia adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali dan
sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali adalah
bilingual
atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali,
umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai
pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa
Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam
agama hindu dharma dan keanggotan klan (istilah Bali: soroh, gotra);
meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang. Di beberapa tempat
di Bali, ditemukan sejumlah pemakai bahasa Jawa adalah bahasa ketiga (dan
bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan
yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan
yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, sering kali juga
memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai. Bahasa
Jepang
juga menjadi prioritas pendidikan di Bali.
Transportasi Bali
Bali tidak memiliki jaringan relkereta api namun jaringan jalan yang ada dipulau ini tergolong
sangat baik dibanding daerah-daerah lain di Indonesia, jaringan jalan tersedia dengan baik khususnya ke
daerah-daerah tujuan wisatawan yakni legian, kuta, Sanur, Nusa dua, ubud, dll.
Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya
karena moda transportasi umum tidak tersedia dengan baik, kecuali taksi dan angkutan pariwisata. Moda
transportasi masal saat ini disiapkan agar Bali mampu memberi kenyamanan lebih
terhadap para wisatawan.
Baru-baru ini untuk melayani kebutuhan transportasi massal yang layak di pulau
Bali diluncurkan Trans Sarbagita (Trans Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan)
Menggunakan Bus besar dengan fasilitas AC dan tarif Rp 3.500.
Sampai sekarang, transportasi di Bali umumnya dibangun di
Bali bagian selatan sekitar Denpasar, Kuta, Nusa Dua, dan Sanur sedangkan
wilayah utara kurang memiliki akomodasi yang baik.
Jenis
kendaraan umum di Bali atara lain:
- Dokar, kendaraan dengan menggunakan kuda sebagai penarik dikenal sebagai delman di tempat lain
- Ojek, taksi sepeda motor
- Bemo/ angkot, melayani dalam dan antarkota
- Bus Trans Sarbagita ( Koridor 1 < Kota - Garuda Wisnu Kencana (GWK) >) Dan (Koridor 2 < Nusa Dua - Batubulan>)
- Taksi
- Komotra, bus yang melayani perjalanan ke kawasan pantai Kuta dan sekitarnya
- Bus, melayani hubungan antarkota, pedesaan, dan antarprovinsi.
Tanah
Lot
Tanah
Lot merupakan sebuah objek wisata Bali, Indonesia. di sini ada dua pura di atas
batu besar. Satu diatas bongkahan batu dan satunya berada di atas tebing mirip
sengan pura uluwatu. Pura Tanah Lot
ini merupakan bagian dari pura Dang Kahyangan. Pura Tanah Lot merupakan pura
laut tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut.
Obyek wisata tanah lot terletak di Desa Beraban Kecamatan
Kediri Kabupaten Tabanan, sekitar 13 km barat Tabanan. Disebelah utara Pura
Tanah Lot terdapat sebuah Pura yang terletak di atas tebing yang menjorok ke
laut. Tebing ini menghubungkan Pura dengan daratan dan berbentuk seperti
jembatan (melengkung). Tanah Lot terkenal sebagai tempat yang indah untuk
melihat matahari terbenam (sunset), turis-turis biasanya ramai pada sore
hari untuk melihat keindahan sunset di sini.
Pantai
Tanjung Benoa
Tanjung
Benoa yang terletak di ujung timur "sepatu" pulau Bali, merupakan
salah satu tujuan wisata air yang cukup lengkap. Berbagai sarana olahraga air
disediakan disini seperti, banana boat, snorkling, flying fish, parasailing dan
jetski. Uniknya olahraga surfing yang banyak dijumpai di pantai-pantai lain
dari pulau bali, justru tidak tersedia di objek wisata ini, hal ini dikarenakan
ombak yang ada dilokasi wisata ini cenderung tenang, sehingga kurang cocok
untuk olah raga surfing.
Desa
Tenganan
Kondisi Geografis Desa Tenganan.
Desa
Tenganan terletak berrdekatan dengan obyek wisata Pantai Candidasa. Candidasa
merupakan cerminan pantai Kuta pada beberapa dekade lalu. Kecantikan Pantai
Candidasa terus bertahan alami tanpa polesan. Pantai Candidasa menyajikan
keunikan hamparan pasir putih sekaligus panai Hitam.
Berbeda
dengan dengan pantai Kuta yang sudah didesaki pertokoan, restoran, dan Bar,
Candidasa memang masi bernuansa pedesaan. Terletak di desa Sumuh, Desa Bug bug,
Karagasem, candidasa bisa ditempuh dua jam perjalanan naik mobil dari Denpasar.
Pola Pemukiman Desa Tenganan
Daerah pemukiman Tenganan dikelilingi oleh tembok. Di sisi
tembok sebelah Utara, Selatan, dan Timur terdapat gerbang yang disebut lawangan. Pemukiman Tenganan dibagi
menjadi tiga Banjar adat,
yaitu Banjar Kauh (barat), Banjar Tengah (Tengah), dan Banjar Kangin (Timur).
Banjar Kangin disebut juga Banjar Pande, yang dibagi lagi menjadi dua
pemukiman, yaitu : Pande Kaja (Utara/Gunung) dan Pande Kelot (Selatan/Laut).
Pada masing-maisng Banjar terdapat dua deretan rumah penduduk, sebelah kiri dan
kanan jalan desa (awangan) yang
dibangun diatas tanah ulayat desa yang disebut Karang Desa.
Pemukiman di Tenganan menganut pola memusat. Membujur dari
arah utara dan semakin merendah ke arah selatan. Masing-masing banjar terdiri
dari dua deretan rumah penduduk yang berapat alang-alang dan pintu masuk yang
menghadap ke jalan desa. Bangunan adat sebagian besar terletak di tengah-tengah
jalan desa. Di atas tanah yang dikelilingi hutan, tertata rapih deretan
pemukiman, sawah, dan tempat upacara. Uniknya, seluruh tanah adalah milik adat.
Artinya, warga hanya diperkenankan untuk tinggal dan memanfaatkan lahan
berdasarkan kesepakatan adat dan awig-awig–kitab
peraturan adat. Untuk menggunakan rumah dan mengambil hasil hutan akan
diputuskan melalui kraman desa atau
rapat kolektif para pemimpin desa. Meski begitu, barang pribadi bukannya tidak
direstui di desa ini. Ruang pribadi diberikan pada benda-benda di atas tanah,
pohon-pohon yang ditanam, dan rumah beserta isinya.
Rumah adat Tenganan dibangun dari campuran batu merah, batu
sungai, dan tanah. Sementara atapnya terbuat dari tumpukan daun rumbi. Rumah
adat yang ada memiliki bentuk dan ukuran yang relatif sama, dengan ciri khas
berupa pintu masuk yang lebarnya hanya berukuran satu orang dewasa. Ciri lain
adalah bagian atas pintu terlihat menyatu dengan atap rumah.
Tradisi Desa Tenganan
Tenganan
memang menyimpan keunikan sendiri. Desa ini berbeda dengan desa lain di Bali
karena mewarisi adat istiadat Bali Aga ( pra hindu). Mereka menyatakan diri
sebagai penghuni asli pulau Bali. Desa
lain di Bali yang termasuk Bali Aga antara lain Trunyan, Sembiran,
Cempaga, Sidetapa, Pendawa, dan Tigawasa. Penduduk Bali Aga sudah mendiami Bali
sebelum pengaruh kerajaan Majapahit meluas ke arah timur sekitar abad ke 14.
Puluhan bocah Tenganan segera membaur di balai desa ketika rombonga wisatawan
berdatangan ke desa yang telah menjadi destinasi wisata tersebut.
Warga
negara menyuguhi tamu dengan sajian tari Bali dan sate lilit khas Bali yang
super pedas. Kepala desa Tenganan I Putu Suarjana menjelaskan bahwa sejarah
desa Bali Aga Tenganan yang sudah ada sejak abad ke 11. Komunitas ini berbeda
dengan mayoritas masyarakat Hindu Bali karena hampir tidak mengenal strata
kelas sosial. Warga biasanya hanya menikah dengan sesama warga Tenganan.
Prosesi pemakaman warga Tenganan juga unik karena jasad mereka dikubur tanpa pakaian
dengan posisi telungkup menghadap ke arah laut. Di daerah ini juga tidak
dikenal ngaben atau kremasi jenazah sebgaimana umumnya dilakukan di Bali
daratan.
Kelian
Adat desa Tenganan I Ketut Sudiastika mengatakan bahwa seluruh kehidupan warga
Tenganan dilingkupi dengan upacara keagamaan yang harus dipatuhi dari sejak
masih dalam kandungan yaitu anting-anting menjadi salah satu ciri khas pria
dari desa Tenganan. Lubang untuk menyagkutkan anting di telinga bayi dibuat
dengan ritual khusus. Biasanya, bayi-bayi lelaki harus sudah dilubangi
telinganya dengan usia tiga bulan.
Menurut
Sudiastika, lubang itu dibuat dengan jepretan buah kolang kaling yang dipotong
berbentuk cincin. Susiastika menyatakan bahwa pohon kolang kaling merupakan
simbol kekuatan. Lubang anting-anting di dua telinga ini menjadi simbol
identitas masyarakat Tenganan. Tiga hari setelah dijepret, lubang telah
tebentuk sempurna. Bayi-bayi mungil itu lantas siap memakai anting. Setelah
dewasa, kaum pria dari desa Tenganan wajib menghiasi diri dengan anting daun
pisang ketika digelar upacara keagamaan.
Bagi
warga Tenganan, hidup memang seperti menjadi rangkaian drai upacara ke upacara.
Setelah akil baligh, mereka harus dikarantina selama satu tahun untuk
mempelajari adat istiadat warisan leluhur. Generasi muda Tenganan itulantas
diajak berkeliling desa untuk mengenali batas wilayah.
Tradisi
menulis awig atau aturan adat hingga tulisan epos Ramayana dan Mahabarata
diatas daun lontar pun tetap dipertahankan. Cara paling populer mempertahankannya
dengan menggambar dan menuliskannya dalam bentuk souvenir untuk para turis.
Desa
Tenganan biasanya ramai dikunjungi turis ketika digelar ritual perang pandan
yang berlangsung 30 hari di bulan Juni. Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat
adat Desa Tenganan, kabupaten Karangasem, Bali menggelar tradisi “perang
Pandan”. Perang Pandan merupakan tradisi tahunan yang digelar dalam rangka
upacara Ngusaba Desa, di desa adat Tenganan sekitar 78 kilometer timur laut,
kota Denpasar.
Perang
Pandan diiringi oleh musik tradisional Bali sebagai penyemangat karena semakin
keras suara Gamelan maka semakin semangat untuk menyerang lawan. Disamping itu
juga perang ini diiringi lagu atau gending yang disebut dengan mekara-kara.
Dalam perang Pandan ini setiap pertandingan dipimpin oleh seorang wasit yang
bertugas untuk memimpin pertandingan tersebut. Setiap orang akan membawa satu
ikat daun pandan berduru yang rata-rata yang rata-rata terdiri dari 20 batang
daun. Disamping itu setiap orangpun akan membawa tameng yang etrbuat dari pohon
ate yang dapat berfungsi untuk melindungi dari serangan musuh.
Bisa
dibayangkan jika kulit tersebut kena pandan yang berduri,pasti akan keluar
darah, tetapi meskipun demikian, mereka tetap saja berperang sebelum ada
aba-aba berhenti. Mereka akan saling dorong dan saling berusaha untuk dapat
menyentuh lawan dengan pandan berduru tersebut. Setelah perang usai, yang
tertinggal hanyalah korban yang bersimbah darah, tetapi sama sekali peristiwa
ini tidak meninggalkan kesan permusuhan, malah masin-masing lawan saling
membantu untuk memberi obat yang berupa daun sirih dan kunyit yang dibalurkan
oleh tubuh yang terluka.
Kondisi Ekonomi Desa Tenganan
Pada umumnya,
penduduk desa Tenganan bekerja sebagai petani padi, namun ada juga yang membuat
berbagai aneka macam kerajinan. Beberapa kerajinan khas desa Tenganan adalah
anyaman bambu, ukiran dan lukisan diatas daun lontar yang telah dibakar. Di
desa ini pengunjung bisa menyaksikan bangunan-bangunan desa Tenganan juga telah
dikenal atas keahliannya dalam menenun kain gringsing. Cara pengerjaan kain gringsing ini
disebut dengan teknikdobel ikat. Teknik tersebut merupakan satu-satunya di
Indonesia dan kain gringsing yang dihasilkan terkenal istimewa hingga ke
mancanegara. Penduduk Tenganan masih menggunakan sistem barter dalam kehidupan
sehari-harinya.
Kondisi Sosiologis Desa Tenganan
Demi menjaga kemurnian dari warisan nenek
moyangnya, masyarakat Desa Tenganan sulit untuk menerima adanya pendidikan.
Masyarakat Desa Tenganan bahkan baru mengecap pendidikan dalam beberapa tahun
belakangan ini. Atas usaha keras masyarakat Desa Tenganan menjaga segala sesatu
dalam Desa Tenganan agar tetap terjaga. Melahirkan berbagai keunikan yang
dimiliki desa Tenganan yang tidak dimiliki oleh desa-desa lainnya di Indonesia
antara lain:
- Pola kehidupan masyarakat perkampungan yang seragam dan bersifat linear.
- Struktur masyarakat yang bilateral yang berorientasi pada kolektif dan senioritas.
- Sistem ritual khusus dalam frekuensi yang tinggi dengan menyungguhkan perpaduan agama, seni dan solidaritas sosial.
- Tradisi mekare-kare setiap bulan Juni yaitu tradisi perang pandan dalam kontek ritual, nilai religius, semangat perjuangan dan uji ketangguhan fisik yang diiringi oleh gambelan tradisional selonding.
- Seni kerajinan tenun ikat kain geringsing dengan desain dan tata warna khas, serta memiliki bentuk, fungsi dan makna estetis yang tinggi. Kain ini dipakai pada waktu upacara dimana dipercaya dengan memakai kain ini akan terhindar dari penyakit. Kata Geringsing sendiri berasal dari bahasa Bali yaitu “gering” yang berarti penyakit keras dan “sing” berarti tidak.
Masyarakat dan kebudayaan Tenganan merupakan
tempat yang kaya bagi kajian ilmu antropologi, arkeologi, hukum adat sejarah
dan sastra. Oleh karena itu mengundang banyak orang untuk tahu lebih banyak
tentang Desa Tenganan. Seorang peneliti dari Swiss pernah membuat buku Republic
of Tenganan setelah meneliti dan melihat kondisi Desa Adat Tenganan.
Dalam Desa Tenganan terdapat perangkat desa yang
dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Jam kerja Desa Tenganan adalah lima hari
yaitu :
- Senin memakai seragam LINMAS
- Selasa dan Rabu memakai seragam coklat
- Kamis memakai batik
- Jumat memakai batik
Sejak adanya Desa Tenganan, masyarakat tidak
mengenal adanya sistem pendidikan formal. Pada awalnya masyarakat Desa Tenganan
hanya mengenal sistem pendidikan adat saja. Hal ini disebabkan keinginan mereka
untuk menjaga segala kemurnian kultur dan adat istiadatnya.
Tatanan hukum dari Desa Tenganan sendiri
mensejajarkan antara hukum adat dan hukum positif. Meskipun hukum adat
cenderung lebih diutamakan. Tenganan memiliki sebuah konstitusi yang mengatur
mengenai segala hal yang ada dalam yurisdiksi dari Desa Tenganan. Konsitusi ini
berupa regulasi yang membatasi setiap tingkah laku masyarakat Desa Tenganan. Konstitusi
dan sistem pemerintahan Desa Adat Tenganan lahir jauh sebelum Indonesia
merdeka. Hal tersebut bisa terjadi karena konstitusi dan sistem pemerintahan
Desa Adat Tenganan tersebut berasal dari hukum adat. Hukum adat yang merupakan
salah satu sumber hukum positif Indonesia.
Perkawinan adalah salah satu bagian penting yang
diatur dalam konstitusi dari Desa Tenganan. Masyarakat adat Desa Tenganan
menjalin hubungan perkawinan hanya dengan sesama masyarakat adat desa itu
sendiri. Perkawinannya tidak mengenal adanya poligami maupun poliandri. Apabila
salah satu wanita anggota masyarakat Desa Tenganan mengikat perwakinan dengan
pria luar Desa Adat Tenganan maka hak dan kewajibannya akan dicabut dan harus
meninggalkan desa. Sedangkan, apabila seoarang pria anggota masyarakat dari
Desa Adat Tenganan menikah dengan wanita dari luar Desa Adat Tenganan maka
sebelumnya harus menyamakan agamanya terlebih dahulu. Bila menyamakan agama
dengan pria Tenganan maka mereka bisa tetap tinggal di Tenganan. Namun pasangan
tersebut dan keturunannya tidak bisa menjadi legislatif desa. Namun bila
menyamakan agama dengan wanita luar Desa Adat Tenganan tersebut maka pasangan
tersebut harus meninggalkan Desa Adat Tenganan.
Sistem perkawinan dari Desa Adat Tenganan tidak memperbolehkan
untuk pernikahan dengan sepupu. Sistem perkawinan masyarakat Tenganan ada tiga
yaitu :
- Kawin paksa yang dilakukan sepanjang pria dan wanitanya saling menyukai. Namun saat ini kawin paksa tidak dilakukan lagi oleh masyarakat Tenganan.
- Kawin pinak yaitu perkawinan yang dilakukan karena keinginan dari orangtua.
- Perkawinan yang pada awalnya orangtua tidak setuju. Namun kemudian orantua pihak pria dan wanita menyetujuinya.
Dalam hal terjadinya tindak pidana yang
dilakukan oleh anggota masyarakat Tenganan di daerah Desa Adat Tenganan. Maka
akan dikenakan sanksi sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan. Sanksi yang
dikenakan diberatkan pada sanksi moral. Sanksi lain yang dikenakan berupa denda
dalam kisaran ribuan rupiah. Karena sanksi denda yang terbilang ringan untuk
dipenuhi. Maka sanksi moral yang menjadi momok untuk setiap calon pelaku
kejahatan di Desa Adat Tenganan. Meski tidak ada hukuman penjara, hukuman denda
yang besar bahkan hukuman mati. Faktanya masyarakat Desa Adat Tenganan sangat
saat terhadap regulasi yang berlaku. Hal ini terbukti dengan pengakuan
Persatuan bang Bangsa (PBB) terhadap aturan adat Tenganan. Pengakuan tersebut
itu adalah dengan menjadikan Desa Adat Tenganan sebagai contoh pencegahan
global warming. Pengakuan tersebut memang layak diberikan kepada Desa Adat
Tenganan. Karena hanya untuk menebang sebuah pohon saja memerlukan proses yang
panjang. Mulai dari izin, tergantung pada situasi dan kondisi, upacara hingga
penggantian pohon. Penebangan pohon liar maka dari hukum adat akan dikenakan
sanksi sesuai dengan 2 (dua) kali lipat pohon yang ditebang. Oleh karena
kepedulian besar masyarakat Tenganan atas lingkungan. Pembangunan di Tenganan
banyak mendapat bantuan dari Nasional dan Internasional.
Tingginya tingkat ketaatan dan sadar hukum
masyarakat Tenganan atas hukum adat bisa menjadi contoh untuk penegakan hukum
positif di Indonesia. Sebab fakta membuktikan sanksi berat tidak menjadi tolak
ukur tingginya ketaatan masyarakat. Aturan adat Desa Adat Tenganan mengikat
kepada masyarakatnya karena tingginya perhatian Desa Adat Tenganan pada
masyarakat adat. Faktor lain yang mempengaruhi ketaatan dan sadar hukum
masyarakat Desa Adat Tenganan adalah setiap kesalahan dalam adat selalu
berbeda-beda dan sesuai dengan kesalahan dan posisinya dalam adat yang
melakukan kesalahan. Sanksi yang diberikan kepada tokoh adat lebih berat
daripada masyarakat adat biasa. Tingginya perhatian desa adat terhadap
masyarakat yang menjadi alasan besar mengapa konstitusi dan sistem pemerintahan
Desa Adat Tenganan tetap eksis sampai saat ini. Masyarakat adat Tenganan tetap
mau menjalankan setiap hal yang diatur dalam regulasi dan sistem pemerintahan
Desa Adat Tenganan karena adanya hubungan mutualisme antara masyarakat dengan
konstitusi, sistem pemerintahan dan pemerintah adat Desa Adat Tenganan itu
sendiri. Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945 juga menjadi faktor konstitusi dan
sistem pemerintahan hukum adat Tenganan tetap eksis yang mengatur bahwa “Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam
undang-undang”
Desa Adat Tenganan memiliki regulasi yang
mengatur berbagai aspek di desa ini jauh sebelum Indonesia merdeka. Regulasi di
Desa Adat Tenganan ini atau yang disebut sebagai konsitusi di tingkat nasional
benar-benar murni lahir dari bumi Tenganan sendiri. Konstitusi tersebut
mengatur lebih mendalam tatanan masyarakat dan pemerintahan di Tenganan.
Konstitusi Desa Adat Tenganan mengatur berbagai aspek termasuk dalam hal aspek
hukum. Selain hukum yang mengatur mengenai pemidanaan. Konstitusi Tenganan juga
mengatur mengenai hukum waris. Dalam waris Desa Adat Tenganan, kedudukan pria
dan wanita adalah sama. Dimana yang diwariskan atau dibagikan adalah hasil dari
bumi Tenganan.
Tenganan sebagai sebuah Desa Adat yang sangat
menjaga kulturnya masih tetap menjalankan upacara-upacara adat. Selalu akan ada
upacara adat yang mana setiap keadaan akan sama dengan keadaan sebelumnya.
Adapun upacara-upacara adat yang dilakukan di Desa Adat Tenganan beberapa
diantaranya adalah :
- Upacara kelahiran dewa yang dilakukan pada bulan 1
- Upacara dewa mendekati usia balita yang dilakukan pada bulan 2
- Upacara dewa balita yang dilakukan pada bulan 3
- Upacara dewa mendekati usia dewasa yang dilakukan pada bulan 4
- Upacara dewa dewasa yang dilakukan pada bulan 5
- Upacara lansia yang dilakukan pada bulan 12
Pada saat upacara dilakukan tentu ada perhiasan
dan pakaian adat yang harus dipakai. Perhiasan laki-laki adalah daun pisang
yang digulung kecil dan dimasukkan ke lobang telinga. Daun telinga yang
dilobangi dengan kolang-kaling sejak kecil.
Konstitusi Desa Adat Tenganan bahkan mengatur
mengenai pembuatan rumah penduduk. Di Desa Adat Tenganan rumah tidak
diperbolehkan memiliki tingkat dua serta tidak boleh memiliki lebih dari empat
ruang. Dimana harus ada ruang depan yang merupakan ruang sakral atau suci,
ruang kelahiran/kematian, tempat kawin baru dan kemudian ruang dapur.
Desa Adat Tenganan merupakan penduduk asli Bali memiliki tiga
landasan hubungan yang menjadi acuan masyarakat dalam bertingkah laku
dimasyarakat. Baik masyarakat Tenganan pada khususnya maupun masyakat luar
Tenganan pada umumnya. Adapun tiga hubungan dalam Desa Adat Tenganan adalah :
1.
Hubungan dengan Tuhan
Hal ini diaplikasikan
dalam upacara adat
- Hubungan dengan manusia
Hubungan ini terlihat dengan adanya budaya
gotongroyong.
- Hubungan dengan alam
Hal ini terlihat sangat jelas dari cara masyarakat Tenganan begitu
menjaga kelestarian dari alam Tenganan.
Satu hal lagi yang sangat unik dengan Desa Adat
Tenganan adalah jam kantor adatnya yaitu pukul 08:30 WITA. Jika ada yang ingin
melakukan sesuatu berhubungan dengan adat misalnya ingin menebang pohon. Selain
harus izin dengan pemilik pohon maka calon penebang harus meminta izin terlebih
dahulu dari desa adat.
Pantai Kuta
Pantai Kuta adalah sebuah tempat pariwisata
yang terletak di sebelah selatanDenpasar, ibukota Bali, Indonesia. Kuta
terletak di Kabupaten Badung. Daerah ini merupakan sebuah tujuan wisata turis
mancanegara, dan telah menjadi objek wisata andalan Pulau Bali sejak awal
70-an. Pantai Kuta sering pula disebut sebagai pantai matahari terbenam (sunset
beach) sebagai lawan dari pantai Sanur.
Sebelum menjadi objek wisata, Kuta merupakan sebuah
pelabuhan dagang. Di mana produk dari lokal diperdagangkan kepada pembeli dari
luar Bali. Pada abad ke-19, Mads Lange, seorang pedagang Denmark, datang ke
Bali dan mendirikan basis perdagangan di Kuta. Keahliannya dalam bernegosiasi,
membuat Mads Lange sebagai pedagang yang terkenal antara raja-raja Bali dengan
Belanda.
Di Kuta terdapat banyak pertokoan, restoran dan tempat
permandian serta menjemur diri. Selain keindahan pantainya, pantai Kuta juga
menawarkan berbagai macam jenis hiburan lain misalnya bar dan restoran di
sepanjang pantai menuju pantai Legian. Rosovivo, Ocean Beach Club, Kamasutra,
adalah beberapa club paling ramai di sepanjang pantai Kuta.
Pantai ini juga memiliki ombak yang cukup bagus oleh olahraga
selancar, terutama bagi peselancar pemula. Lapangan Udara I Gusti Ngurah Rai
terletak tidak jauh dari kuta.
Pusat Perbelanjaan Sukawati
Pasar Seni
Sukawati merupakan salah satu pasar tradisional di Bali yang terletak di Desa
Sukawati, Gianyar Bali. Pasar ini telah ada sejak tahun 1980-an. Pasar
tradisional ini dikenal sebagai pusat belanja barang oleh-oleh dan souvenir
khas Bali. Bila di Jogja kita telah menemukan Pasar Beringin Harjo di Kawasan
Malioboro, maka saat ke Bali kita akan menemukan Pasar Seni Sukawati sebagai
pusat oleh-oleh dan souvenir khas Bali. Beberapa jenis oleh-oleh yang bisa kita
temukan di sini diantaranya adalah gantungan kunci, aksesoris, kaos barong,
tas, lukisan, lilin aroma terapi, aneka patung kayu khas Bali, berbagai bed cover,
berbagai peralatan rumah tangga, pakaian khas Bali dan sebagainya yang semunya
berlabel Bali. Singkat kata, pasar tradisional ini menjadi syurga belanja yang
mengasyikkan terutama bagi mereka para penggila belanja.
Joger
Joger dulunya hanya sebuah galeri
yang menjual berbagai barang seni dan batik. Tapi, kini Joger telah menjadi
sebuah toko oleh-oleh yang menjadi destinasi belanja traveler saat melancong ke
Bali. Nama Joger diambil dari nama pemiliknya sendiri yaitu bapak Joseph
Theodorus Wulianadi yang digabung dengan nama sahabatnya Bapak Gerard.
Sahabatnya ini sangat berjasa dalam merintis usaha pabrik kata kata
ini. Awalnya dibuka di alamat Jalan Sulawesi no 37 Denpasar, namun sejak
tanggal 7 Juli 1987 toko ini pindah ke tempatnya sekarang di alamat Jalan Raya
Kuta sebelah supermarket Supernova.
Ketika memasuki pintu outlet
ini, setiap pengunjung akan disapa dengan ramah dan akan ditempeli stiker
sebagai tanda masuk. Ada ruangan yang khusus memajang koleksi T-shirt, ruangan
khusus souvenir seperti mug, sandal, gantungan kunci dan jam terbalik. Joger
Bali hanya satu-satunya tempat di Indonesia yang menjual jam terbalik
dan merupakan ciri khas oleh-oleh Joger Bali. Ada juga ruangan
di pojok yang menawarkan souvenir berupa guci dan pernak-pernik lainnya.
Pantai Bedugul
Bedugul terletak di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan Bali.
Jaraknya sekitar 62,6 km atau sekitar 1 jam 14 menit dari Bandara International
Ngurah Rai dan 40 km dari Kota Singaraja lewat perjalanan darat. Tempat wisata
di Bali ini menawarkan, keindahan pemandangan alam daerah pegunungan dan danau.
Terletak pada ketinggian 1240 meter dari permukaan laut, dengan temperatur
rata-rata 18 Celcius pada malam hari dan 24 Celcius pada siang hari. Tempatnya
yang tinggi membuat obyek wisata ini selalu berhawa dingin dan berkabut. Kebun
Raya Bedugul me Obyek wisata
yang letaknya berdampingan dengan Kebun Raya Bedugul, adalah Danau Beratan. Merupakan wilayah Desa Candi Kuning
, Kecamatan Baturiti kabupaten Tabanan. Cuaca yang sejuk di siang hari dapat
dinikmati dengan menyewa kapal boat atau sampan untuk mengelilingi danau. Di
tengah danau terdapat subuah pura yang disebut Pura Ulun Danu tempat pemujaan
Sang Hyang Dewi Danu sebagai pemberi kesuburan.
Di
sepanjang jalan menuju Kebun Raya Bedugul dan Danau Beratan, banyak dibangun
penginapan dan restoran. Restoran tersebut menyediakan menu masakan Indonesia,
seafood dan menu International. Harganya pun bervariasi. Pedagang- pedagang
makanan kecil dan pedagang acung juga terdapat di pinggir jalan di tepi danau.
Obyek wisata ini sangat cocok bagi keluarga dan pasangan yang ingin berlibur ke
Bali.
Pantai Lovina
Pantai Lovina atau Lovina terletak sekitar 9 Km sebelah
barat kota Singaraja, ini merupakan salah satu obyek wisata yang ada di
Bali Utara. Wisatawan baik asing maupun lokal banyak yang berkunjung ke sana,
selain untuk melihat pantainya yang masih alami, juga untuk melihat ikan
lumba-lumba yang banyak terdapat di pantai ini. Dengan menyewa perahu nelayan
setempat, kita dapat mendekati lumba-lumba.
KESIMPULAN
Masjid
Demak merupakan masjid tertua di Indonesia. Secara geografis masjid agung Demak
berada di desa Kauman, kecamatan Demak kota, kabupaten Demak Kota, Jawa Tengah.
Di dalam masjid Demak terdapat sebuah museum. Museum ini menyimpan berbagai
barang peninggalan Masjid Agung Demak.
Keterangan
koleksi-koleksi tersebut di atas :
Pintu
Bledeg
Dampar
Kencana,
Surya
Majapahit.
Dampar
Kencana, Maksurah
Suku Tengger adalah sebuah suku yang tinggal di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur, yakni menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, dan Malang.
Suku bangsa Tengger berdiam disekitar kawasan di pedalaman gunung Bromo yang terletak di kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Berdasarkan persebaran bahasa dan pola kehidupan sosial masyarakat, daerah persebaran suku Tengger adalah disekitar Probolinggo, Lumajang, (Ranupane kecamatan Senduro), Malang (desa Ngadas kecamatan Poncokusumo), dan Pasuruan. Sementara pusat kebudayaan aslinya adalah di sekitar pedalaman kaki gunung Bromo. Bromo terkenal sebagai ikon wisata gunung api (aktif) di Jawa Timur. Gunung ini memang tidak sebesar gunung api lainnya di Indonesia, namun Bromo memiliki pemandangan yang begitu indah, sehingga keindahannya yang luar biasa membuat wisatawan yang berkunjung akan berdecak kagum. Dari puncak gunung penanjakan di ketinggian kurang lebih 2.770 mdpl wisatawan dapat menikmati sunrise ‘matahari terbit’ dengan mendaki gunung Penanjakan yang merupakan gunung tertinggi di kawasan itu dimulainya dari dini hari.
Pulau Bali adalah bagian darikepulauan sunda kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km daripulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lainBerdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan di antara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas dan Gunung Seraya. tempat- tempat wisata yang ada di pulau Bali antara lain adalah :
Pantai Kuta
Pusat Perbelanjaan SukawatJoger
Pantai Bedugul
Pantai Lovina