Minggu, 13 Oktober 2013

PENGANGGURAN

Pengertian
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Berdasarkan jam kerja
Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam:
1.    Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2.    Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
3.    Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

Berdasarkan penyebab terjadinya
Berdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 7 macam:
•    Pengangguran friksional (frictional unemployment)
Pengangguran friksional adalah pengangguran karena pekerja menunggu pekerjaan yang lebih baik.
•    Pengangguran Struktural (Structural unemployment)
Pengangguran yang disebabkan oleh penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja.
•    Pengangguran Teknologi (Technology unemployment)
Pengangguran yang disebabkan perkembangan/pergantian teknologi. Perubahan ini dapat menyebabkan pekerja harus diganti untuk bisa menggunakan teknologi yang diterapkan.
•    Pengangguran Siklikal
Pengangguran yang disebabkan kemunduran ekonomi yang menyebabkan perusahaan tidak mampu menampung seua pekerja yang ada.
•    Pengangguran Musiman
Pengangguran akibat siklus ekonomi yang berfluktuasi karena pergantian musim. Umumnya pada bidang pertanian.
•    Setengah Menganggur
Pengangguran dimana pekerja yang hanya bekerja dibawah jam normal (sekitar 7-8 jam per hari)
•    Pengangguran Voluntary / Sukarela

Penyebab Pengagguran
1.    Jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan
2.    Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja pada suatu tingkat upah tertentu
3.    Ketidaksesuaian antara hasil yang dicapai antara pendidikan dengan lapangan pekerjaan
4.    Ketidakseimbangan kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik

Akibat pengangguran
Bagi perekonomian negara
1.    Penurunan pendapatan perkapita.
2.    Penurunan pendapatan pemerintah yang berasal dari sektor pajak.
3.    Meningkatnya biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh pemerintah.
Bagi masyarakat
1.    Pengangguran merupakan beban psikologis dan psikis.
2.    Pengangguran dapat menghilangkan keterampilan, karena tidak digunakan apabila tidak bekerja.
3.    Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.

Kebijakan-Kebijakan Pengangguran
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuh-kan cara-cara mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sebagai berikut.

Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
•    Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja.
•    Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sektor ekonomi yang kekurangan.
•    Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
•    Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.

Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai berikut.
•    Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya.
•    Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru.
•    Menggalakkan pengembangan sektor informal, seperti home industry.
•    Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan sektor formal lainnya.
•    Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.

Cara Mengatasi Pengangguran Musiman
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara sebagai berikut.
•    Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain, dan
•    Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.

Cara Mengatasi Pengangguran Siklis
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai berikut.
•    Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
•    Meningkatkan daya beli masyarakat

Sabtu, 05 Oktober 2013

Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan di Indonesia

Definisi Kesetaraan Gender
Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan Sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
Sedangkan Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan  minatnya ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Ciri-Ciri Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
Ciri-ciri kesetaraan Gender dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
1.    Perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik dan agama dan lokasi geografi publik
2.    Adanya pemerataan pendidikan yang tidak mengalami bias gender
3.    Memberikan mata pelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat setiap individu
4.    Pendudukan harus menyentuh kebutuhan dan relevan dengan tuntutan zaman
5.    Individu dalam pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualitas sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya
Kesetaraan Gender dalam pendidikan

1.    Meningkatkan akses terhadap pendidikan yang bermutu, relevan dan daya saing
2.    Memberikan kesempatan yang setara kepada anak laki-laki dan perempuan untuk mencapai potensi mereka
3.    Mewujudkan hak dasar akan pendidikan bagi laki-laki dan perempuan
4.    Mewujudkan undang-undang disdiknas No.20 tahun 2003 dan rensta Depdiknas 2005-2009 serta tujuan pendidikan untuk semua untuk tahun 2015, Menjamin menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk etnik minoritas, mempunyai akses pada dan menyeleaikan pendidikan dasar yng bebas dan wajib dengan kualitas yang baik Penghapusan kesenjangan gender pada pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2015 dengan fokus pada kepastian sepenuhnya bagi anak perempuan terhadap akses dalam memperoleh pendidikan dasar yang bermutu.
Fenomena ketimpangan gender dalam biadang pendidikan dalam masyarakat indonesia memang masih kuat. Dalam banyak keluarga anak perempuan tidak menjadi prioritas untuk melanjutkan pendidikan.Pada sekolah kejuruan, ada steretip bahwa siswa perempuan tidak cocok dengan sekolah kejuruan tekhnologi. Pada [erguruan tinggi mahasiswa perempuan lebih cocok pada ilmu-ilmu lembut seperti  ilmu-ilmu sosial, sastra,ekonomi dan kurang cook dengan ilmu tekhnologi.Demikian piula pada jumlah tenaga kerja perempuan pada sekolah dasar lebih banyak pada sekolah dasar dan semakin berkurang pada sekolah dan perguruan tinggi.
Permasalahn gender dalam dunia pendidikan tampak pada aspek-aspek pemerataan pendidikan, pengelolaan pendidikan dan sumberdaya manusianya, kurikulum bahan ajar proses pembelajaran, dan program studi serta penjurusan.Jelas terdapat sejumlah faktor yang menimnbulkan kesenjangan gender dalam praktek pendidikan yang relatif tidak berubah.Salah satu faktor utamanya dalah faktor sosial budaya yang sangat sulit diubah dalam waktu yang sangat singkat. Padahal, hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kesetaraan gender dalam dunia pendidikan memberikan dampak yang signifikan terhadap dampak pembangunan sektoral serta peningkatan produktifitas secara keseluruhan.
Gejala kesenjangan gender dalam pendidikan terjadi lebih buruk dinegara-negara berkembang. Kesenjangan terjadi diantara laki-laki dan perempuan dalam mengakses lembaga-lembaga pendidikan sekolah maupun luar sekolah.Kesenjangan dalam akses menyebabkan rendahnya partisipasi perempuan dalam mengikuti berbagai jalur ,jenis,dan jenjang pendidikan.Lebih dari itu perempuan belum mampu melkukan peran yang seimbang denngan laki-laki dalam proses penagmabilan keputusan dibidang pendidikan ,baik melalui lembaga-lembaga resmi maupun keluarga.
Akibat kesenjangan gender dalam bidang pendidikan, perempuan yang merupakan setengah penduduk dunia masih merupakan segmen masyarakat yang belum diberdayakan sehingga kurang produktif.Kesenjangan gender dalam dunia pendidikan dianggap pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia yang perlu di eliminasi melaui upaya-upaya yang sistematis dan terprogram.Oleh karena itu disetiap negara termasuk indonesia telah menetapkan komitmennya utuk menghilangkan atau mengurangi kesenjangan gender dalam bidang pendidikan.
Maka dari itu kesetaraan gender dalam lembaga pendidikan sangatlah penting yaitu dengan melakukan sosialisasi gender.Kesetaraan gender sendidri mempunyai arti yang sangat luas seperti:
1.    Memperhatikan dan menghargai sifat ,sikap,apirasi dan menghargai kebutuhan laki-laki dan permpuan.
2.    Hak, kesempatan dan tanggungjawab tidak tergantung pada apakah mereka lahir sebagai laki-laki atau perempuan.
3.    Bebas mengembangkan ketermapilan dan menentukan pilihan tanpa dibatasi oleh stereotip, serta aturan –aturan yang kaku maupun biasa gender.
4.    Laki-laki dan perempuan bisa hidup dalam kesetaraan guna memenuhi kebutuhan hidup.
Gender dalam pendidikan sendiri memepunyai arti yang sangat penting yaitu :
a)    Bukan sekedar mencapai kesenjangan gender
b)    Pendaftaran atau penerimaan siswa
c)    Kurikulum
d)    Buku teks
e)    Metode atau proses belejar mengajar
f)    Pencapaian prestasi dan penyelesaian studi
g)    Pelatihan tenaga pendidik
h)    Pengembangan karir
i)    Fasilitas atau lingkungan belajar
j)    Manajemen pengelolaaan sekolah dan kelas
Problematika Gender dan pendidikan
Dalam dekrasi hak-hak asasi manusia dalam pasal 26 di nyatakan bahwa “setiap orang berhak mendapaykan pengajaran.Pengajaran harus dengan Cuma-Cuma setidaknya untuk sekolah rendah dan tingkat dasar.Pengajaran harus mempertinggi rasa Saling mengerti, saling menerima serta persahabatan semua bangsa ,golongan –golongan kebangsaan serta harus memejukan PBB dalam mempertahankan perdamaian bangsa.
Terkait deklarasi diatas, sesungguhnya ketika pendidikan tidak hanya diamggap dan dinyatakan sebagai sebuah unsur utama dalam upaya pencerdasan bangsa melainkan juga sebagai produk atau konstruksi sosial ,maka dengan demikian pendidikan juga memiliki andil dalam terbentuknya relasi gender dalam masyarakat.
Statment diatas mengemukan karena telah terjadi banyak ketimpanagan gender di dalam masyarakat yang diasumsikan muncul karena terdapat bias gender dalam pendidikan, diantara aspek yang muncul karena terdapat bias gender dalam pendidikan dapat dilihat dalam perumusan kurikulum dan dapat dilihat pada rendahnya kulaitas pendidikan. Implementasi kurikulum pendidikan sendiri terdapat di dalam buku ajar yang digunakan disekolah-sekolah. Realitas yang ada di dalam kurikulum pendidikan (agama atau umum) masih bannyak yang menonjolkan laki-laki ada sektor publik sementara perempuan pada sektor domestik. Dengan kata lain kurikulum yang memuat bahan ajar bagi siswa, belum bernuansa gender baik bernuansa gambar maupun ilustrasi kalimat yang dipakai dalam penjelasan materi.
Rendahnya kualitas pendidikan diakibatkan oleh adanya diskriminasi gender dalam dunia pendidikan. Ada empat aspek yang disorot oleh Departemen Pendidikan Nasional mengenai permasalahan gender dalam dunia pendidikan yaitu akses, partisiapasi,proses pembelajaran dan penguasaan.
Yang dimaksud oleh aspek akses adalah fasilitas pendidikan yang sulit dicapai. Misalnya banyak sekolah-sekolah dasar disetiap kecamatan namun untuk jenjang pendidkan selanjutnya seperti SMP dan SMA tidak banyak.Tidak semua wilayah mempunyai tingkat sekolah seperti tingkat SMP dan seterusnya hingga banyak siswa yang harus menempuh perjalanan jauh untuk mencapainya.Dilingkungan masyarakat yamg masih tradisional ,umumnnya orang tua masih segan untuk mengirimkan anak perempuannya untuk sekolah jauh karena mengkhawatirkan kesejahteraan mereka. Oleh karena itu banyak anak yang terpaksa tinggal dirumah karena terpaksa.Belum lagi tugas rumamh tangga yang banyak di bebankan pada anak perempuan membuat mereka sulit untuk meninggalkan rumah. Akumulasi dari faktor-faktor ini membuat banyak anak perempuan cepat meninggalakan bangku sekolah.
Faktor kedua yaitu aspek partisipasi dimana didalam nya banyak tercakup faktor bidang studi dan statistik pendidikan.Dalam masyarakat kita di indonesia, dimana terdapat sejumlah nilai budaya tradisional yang meletakkan yugas utama perempuan di bidang domestik.sering kali anak perempuan terhambat untuk mendapatkan kesempatan yang luas dibidang formal.Sudah sering dikeluhkan bahwa sumber-sumber pendanaan terbatas,maka yamg harus didahukukan untuk sekolah adalah anak laki-laki.Hal ini umumnya dikaitkan dengan tugas pria sebagai kepal rumah tangga dan pencari nafkah kelak.
Sementara pada aspek aspek proses pemberdayaan masih juga di pengaruhi oleh stereotype gender.Yang termasuk dalam materi proses pembelajran adalah materi pendidikan seperti misalnya yang terdapat dalam contoh-contoh soal seperti dimana kepemilikan selalu mengataskan namakan laki-laki.Dalam aspek proses pembelajaran ini bias gender juga terdapat dalam buku-buku pembelajaran seperti misalnya semua jabatan formal dalam buku seperti camat, direktur digambarkan dijabat oleh laki-laki.selalin itu ilustrasi gambar juga bias gender yang seolah-olah menggambarkan bahwa tugas wanita adlah sebagai ibu rumahtangga.
Aspek yang terakhir adalah aspek penguasaaan, Kenyataanya banyak angka buta hufuf di indonesia di dominasi oleh permpuan.Mungkin pada awalnya wanita di indoesia menguasai baca tulis, namun karena pemanfaatanya yang minim membuat mereka lupa lagi yang telah mereka pelajari.Kondisis ini secara tidak langsung juga mematikan akses masyarkat ke media hinga kemajuan peranan perempuan indonesia banyak yang tidak terserap oleh masyarakat dan mereka tetap memegang nilai-nilai lama yang tidak teeformasi.
Perempuan yang selalu di dorong untuk mengalah, bersikap lemah lembut dan menerima kepemimpinan dan bimbingan laki-laki membuat mereka selalu mempertanyakan peresetujuan dari pihak laki-laki untuk kemajuan –kemajuan dan kesempatan-kesempatan yang mereka dapatkan.
Bias Gender ini tidak hanya berlangsung dan di sosialisasikan melaui proses serta sistem pembelajaran tetapi juga melalui pendidikan di dalam lingkungan keluarga.Pembelajaran di sekolah dengan komponen pembelajaran seperti media, metode serta buku ajar yang memadai menjadi pegangan para siswa sebagaimana di tunjukan oleh Mutholib .Bias gender dalam pendidikan ternyata syarat dengan bias gender.
Keadaan diatas menunjukan adanya ketimpangan atau bias gender yang sesungguhnya merugikan baik laki-laki maupun perempuan.Membicarakan gender tidak berarti membicarakan perempuan saja .Gender dimaksudkan sebagai pembagian sifat ,peran dan kedudukan tugas laki-laki dan perempuan yang diterapkan oleh masyarkakt bedasarkan norma, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat.
Paradigma-paradigma pendidikan
Paling tidak ada tiga macam paradigma yang bisa mewarnai gerak langkah lembaga-lembaga pendidikan. Bagi mereka yang menganut paradigma konservatif, ketidaksetaraan gender merupakan hukum alam, dan oleh kkarenaya mustahil untuk di hindari, karena ia mmerupakan ketentuan sejarah atau bahkan takdir Tuhan.Perubahan sosial bukan sesuatu yang perlu diperjuangkan dengan serius, karena dikhawatirkan justru akanmembawa manusia pada kesengsaraan baru. Bagi penganut paradigma ini, menjadi miskin tertindas dan terpenjara adalah buah dari keslahan mereka sendiri, karena kelalaian dan kemalasan mereka untuk bekerja keras.Jika mereka mau keadaan dapat berbalik pada mereka .Kuam konservatif beranggapan bahwa harmoni dalam masyarakat merupakan hal yang penting agar konflik dapat di hindari.
Paradigma  liberal menganggap bahwa persoalan politik dan ekonomi tidak berkaitan langsung dengan pendidikan. Oleh karenanya usaha-usaha pemecahan persoalan pendidikan yang dilakukan pada umumnya yaitu usaha-usaha reformasi yang bersifat kosmetik yaitu pembanguna kelas dan fasiliatas baru, memodernkan peralatan sekolah, pengadaan laboratorium atau komputer dsb. Yang secara umum terisolasi dari sistem dan struktur keadilan kelas, gender, dominasi budaya , represi politik yang ada dalam masyarakat.
Pendidikan justru berfungsi untuk menstabilkan norma dan nilai masyarakat yang menjadi media untuk mensosialisasikan dan memproduksi nilai-nilai tata susila dan nilai-nilai keyakinan agar masyarakat luas berfungsi dengan baik.Paradigma ini pada umumnya berupaya untuk membangun kesadaran naif, dimana pendidikan tidak mempertanyakan sistem dan struktur . Bahkan sistem dan struktur yang ada dianggap udah baik atau given oleh karenanya tidak perlu dipertanyakan.
Paradigma yang ketiga adalah paradigma kritis, yang memandang pendidikan sebagai arena perjuangan politik.Pendidikan dan paradigma ini mengagendakan perubahan struktur secara fundamental dalam ekonomi masyarakat dimana ia berada.Bagi mereka, kelas dan diskriminasi gender dalam masyarakat tercermin pula pada dunia pendidikan.Dalam prespektif ini urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap yhe dominan ideology, kearah transformasi sosial.
Tugas utama pendidikan Dengan demikian adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, serta melakukan dekonstruksi dan advokasi untuk menuju sistem pemerintahan yang lebih adil.Paradigma kritis ini sekaligus mengadopsi kesadaran kritis dengan cara melatih anak didik untuk mampu mengidentifikasi segala bentuk ketidakadilan.
Paulo freire, mengecam pendidikan yang selama ini dianggap sebagai sumber kebijakan sebagian telah menjadi penindas yang ulung.Pendidikan yang pada umumnya dianggap memiliki misi umum untuk mencerdaskan bangsa ternayat malah berperan aktif dalam mengerdilkan anak didik, karena tidak mampu membuat mereka lebih humanis dan lebih manusia.Pendidikan yang selama ini diperccaya memikili tugas untuk membukakan pikiran dan nurani manusia akan berbagai kesadran palsu yang tumbuh dalam masyarakat justru turut serta menjadi pencipta kesadrann-kesaran palsu sndiri dan menjadi pengekang kebebasan, dengan cara-cara yang terselubung.
Jika kita setuju dengan freire, tentu kita akan dengan jeli mencermati kedudukan kita sebagai pendidik,untuk mempertanyakan apakah selam ini kita telah mampu membukakan mata anak-anak didik kita terhadap berbagai kesdaran palsu, yang biasanya berjubah kedermawanan atau kemuliaan.atau bahkan tanpa kita ketahui kita telah bersetubuh dengan para penindas dan menjadi ujung tombak mereka dalam rangka melipur lara anak didik kita, agar mereka tidak mereasa bahwa meeka telah menjadi objek penindasan.
Membangun pendidikan berspektif gender di sekolah
Jika sekolah memilih jalan utuk tidak sekedar menjadi pengawet atau penyangga nilai-nilai tetapi penyeru pikiran-pikiran yang produktif dengan berkolaborasi dengan kebuttuhan jaman,maka menjadi salah satu tugas sekolah utuk mencegah berlangsungnya ketidakadilan gender yang selam ini terbungkus rapi dalam keadaan-keadaan palsu yang berkembang dalam masyarakat.Sebaliknya ia harus bersikap kritis dan mengajak masyarakat sekolah dan masyarakat di sekitarnya untuk membomgkar dan mengubah kepalsuan –kepalsuan tersebut.sekaligus mentransformasikanya menjadi praktik-praktik yang lebih berpihak kepada keadilan sesama terutama keadilan bagi kaum perempuan.
Analisis gender di lembaga sekolah
Untuk melakukan perubahan dalam suatu institusi pendidikan, kita tidak dapat melangkah berdasarkan asumsi-asumsi belaka.tapi berdasarkan data-data yang lebih konkrit yang di dapat dari pengamatan, penelitian dan analisis kritis terhadap sekolah.Data-data inilah yang kemudian dijadikan patokan untuk melangkah dan mengambil keputusan-keputusan strategis dalam melakukan perubahan-perubahan yang di butuhkan.Pengamatan itu biasnya diarahkan pada elemen-elemen yang biasnya tergenderkan dalam sebuah organisasi atau lembaga.
Pendidikan kesadaran gender memang tidak harus dicreet, atau terpilih dari pembelajaran yang lain, tapi ia juga tidak bisa di perlakukan sebagai sampiran belaka.Pendidikan gender yang hanya bisa disampirkan pada pembelajaran-pembelajaran yang ada biasanya bersifat longgar dan mudah kehilangan arah.Kecuali itu karena miskin kontrol maka sangat mudah melemah atau bahkan menghilang.Dengan memperlakukan pendidikan gender ssebagai program yang sekaligus menebar atau terintegrasi dengan mata pelajaran yang lain., ia akan memilki tanggug jawab dan kontrol yang lebih besar.
Guru/ pendidik sebagai pilar
Guru/ pendidik/ kiyai/ ustadz dan terutama lagi ustadazah atau guru perempuan pasti menjadi pilar utama gender meanstroaming. Karena gender merupakan ideology yang sangat tampak pada perilaku dan kehidupan kita sehari-hari.Pada masyarakat ekolah pada umumnya masih menganut budaya paternalistik, contoh perilaku berkeadilan gender menjadi sangat penting . Dalam kondisis sedemikian maka harus di upayakan guru mendapat akses terhadap dasar-dasar pengetahuan dan pendidikan gennder terlebih dahulu, untuk membukakan pikiran akan adanya persoalan tersebut.Karna persoalan gender merupakan pesrsoalan buudaya, maka pendidikan gebder terhadap guru ini mungkin tidak dapat dilakukan secara konfrontasi dalam jangka waktu yang pendek.
Metode dan materi pembelajaran
Seperti diketahui metode pembelajaran pada umumnya dilakukan oleh sekolah adalah pembelajaran yang lebih menekan kan pada transmisi keilmuan klasik yang memungkinkan adanya penerimaan ilmu secara bulat (taken for granted) yang tak terbantahkan yang memberi ruang gerak yang sempit bagi dialog dan diskusi kritis.Sementara itu permasalah gender sarat dengan problematika-problematika kultural sosilayang sulit di selesaikan tanpa adanya dialog-dialog dan diskusi.Metode pembelajaran ini ika di terapkan apaadanya jelas tidak akan membuahkan hasil yang baik.Oleh sebab itu harus di upayakan adanya kesempatan terjadinya dialog dan diskusi-diskusi. Agar konsep-konsep penting pendidikan gender dapat lebih terserap oleh para peserta didik.karena kurikulum sekolah ppada umumnya sudah mapan.
Bahasa bukan persoalan sepele
Bahasa merupekan unsur terpenting dalam pendidikan peka gender, karena idelogi di dalam bahasa , lewat pilihan kata, tekanan-tekanan, konstruksi kalimat atau ujaran yang di gunakan dalam komunikasi baik tertulis maunpun lisan.Bahasa yang dimaksud juga tidak terbatas pada bahasa verbal tapi juga termasuk dalam bahasa non-verbal. Bahasa tubuh seperti cara berslaman ,memberi penghormatan memandang dan mengerlingkan menyiratkan makna yang mengandung muatan gender.Menyepelekan peran bahasa dalam pendidikan peka gender sama dengan mengabaikan unsur penting dalam pendidikan.
Usaha untuk menghentikan bias gender terhadap seluruh aspek kehidupan yaitu dengan cara pemenuhan kebutuhan praktis gender. Kebutuhan ini adalah jangka pendek dan mudah dikenali hasilnya ,namun usaha untuk melakukan pebongkaran bias gender harus dilakukan mulai dari rumah tangga hingga pribadi masing-masing hingga sampai pada kebijakan pemerintah dan negara ,tafsir agama bahkan sampai pada epistemologi ilmu pengetahuan.Untuk itu berbagai aksi untuk menjawab tantangan strategis seperti melakukan kampanye, pendidikan kritis , advokasi untuk merubah kebijakan.
Menjauh dari sifat pesimisme maka hal –hal yang dapat dilakukan :
a)    Meningkatkan partisipasi pendidikan
b)    Meningkatkan kesadaran umum dan relevansi pendidikan
c)    Mengembangkan menejemen pendidikan sehingga responsif gender.
Gender dalam proses pengelolan pendidikan
Yang dimaksud dengan proses pengelolaan pendidikan adalah keseluruhan proses mekanisme pendayaan sumber daya pendidikan utuk mengatur jalanya sistem penidikan nasional pada setiap bentuk kegiatan pengelolaan pendidikan mulai dari mulai proses pengambilan keputusan ,perencanaan ,pengelolaan sampai dengan pelaksanaan operasional pendidikan.Setiap keputusan yang diambil oleh pimpinan, sejak tingkatan strategis sampai dengan tingkatan operasional,harus dijabarkan seccara konsisten ke dalam langkah-langkah opersional pengelolaan.
    Setiap keputusan yang diambil oleh pimpinan, sejak tingkatan strategis sampai dengan tingkatan operasional.Harus dijabarkan secara konsisten ke dalam langkah-langkah operasional pengelolaan. Sehingga pelaksanaan pendidikan benar-benar mencerminkan tujuan kebijaksanaan.Oleh karena itu kesenjangan gender yang terjadi dalam keseluruhan proses pengelolaan dan pelaksanaan setiap satuan pendidikan akan sangat dipengaruhi oleh keputusan yang diambil oleh pemimpin.


KESIMPULAN
Dalam masalah pendidikan di Indonesia, perempuan masih kurang mendapat dukungan untuk menuntut pendidikan seperti contoh di Indonesia saat ini masih beranggapan bahwa wanita kurang cocok dibandingkan dengan laki-laki dalam menimbah ilmu di sekolah kejuruan, menengah atas maupun perguruan tinggi karena saat ini masyarakat bahwa khusus wanita adalah lebih berperan dalam masalah rumah tangga dan tidak diwajibkan untuk menimbah ilmu pendidikan setinggi-tingginya.